Indonesia Siap Negosiasi Tarif Impor 32 Persen dengan AS: Airlangga, Sri Mulyani, dan Menlu Akan Bertolak ke Washington

Selasa, 08 April 2025 | 10:29:29 WIB
Indonesia Siap Negosiasi Tarif Impor 32 Persen dengan AS: Airlangga, Sri Mulyani, dan Menlu Akan Bertolak ke Washington

JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah bersiap melakukan langkah diplomatik penting ke Amerika Serikat (AS) untuk menegosiasikan tarif impor sebesar 32 persen yang diberlakukan terhadap produk-produk asal Indonesia. Delegasi tingkat tinggi dari Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Luar Negeri Sugiono, direncanakan akan berangkat ke Washington paling lambat 17 April 2025.

Langkah ini merupakan tanggapan atas kebijakan tarif AS yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump. Berdasarkan informasi, mulai 5 April 2025, pemerintah AS telah memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen, yang kemudian meningkat menjadi 32 persen per 9 April 2025 terhadap berbagai produk dari Indonesia.

Pemerintah Pilih Jalur Diplomasi

Meskipun kebijakan tarif ini dinilai merugikan pelaku usaha Indonesia, Presiden Prabowo Subianto telah secara tegas mengarahkan agar pemerintah tidak mengambil langkah retaliasi, melainkan menempuh jalur diplomasi dan negosiasi dengan pemerintah AS.

“Bapak Presiden sudah mengarahkan setelah hari ini kita akan memberikan masukan kepada Amerika untuk kita bisa memberikan respons, dan harapannya tentu Amerika sendiri kan ini dikenakan kepada seluruh negara, maka pada waktu yang sama seluruh negara ingin bertemu dengan Amerika,” ungkap Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.

Airlangga menjelaskan bahwa Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi tarif tinggi dari AS. Banyak negara lain yang juga dikenakan kebijakan serupa dan berlomba-lomba untuk mengatur jadwal pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) dan Departemen Perdagangan AS.

Indonesia Siapkan Proposal Konkret

Dalam menghadapi pertemuan dengan pemerintah AS, Indonesia tengah mempersiapkan proposal komprehensif yang mencakup kajian teknis dan aspirasi dari pelaku usaha nasional. Proposal ini akan menjadi dasar negosiasi dengan pihak AS, termasuk USTR.

“Dalam waktu dekat USTR menunggu proposal konkret dari Indonesia dan tentu hari ini kami selalu berkomunikasi dengan Bapak Presiden,” lanjut Airlangga.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menambahkan bahwa materi negosiasi juga akan melibatkan masukan dari sektor swasta agar seluruh kepentingan ekonomi nasional dapat terwakili.

“Itu juga menjadi satu paket yang bersama, sehingga memang harapannya nanti negosiasinya berjalan dengan lengkap, baik dari pemerintah dan juga pelaku usaha,” ujar Febrio saat ditemui secara terpisah.

Delegasi Ekonomi Total Football

Tim negosiator Indonesia akan dipimpin oleh Menko Airlangga, namun format tim disebut sebagai “total football”, di mana setiap anggota berperan aktif dan saling melengkapi dalam setiap sesi dialog dan negosiasi.

“Timnya ini kan total football ya. Jadi semuanya (terlibat), tapi lead-nya kan Pak Menko dan juga terutama Menlu. Jadi Menlu, Menko, dan juga Menteri Keuangan. Kebetulan memang kan ada spring meeting nanti tanggal 20 April. Bu Menkeu juga akan ada di sana. Jadi akan sangat konteksnya pas untuk bisa bertemu dengan pihak-pihak yang perlu kita temui,” jelas Febrio.

Spring meeting yang dimaksud adalah Pertemuan Musim Semi IMF dan Bank Dunia, yang akan digelar di Washington D.C., memberikan kesempatan strategis bagi delegasi Indonesia untuk bertemu para pejabat tinggi ekonomi AS dan pemangku kepentingan global lainnya.

Fokus pada Diplomasi Dagang dan Relaksasi Perdagangan

Selain negosiasi tarif, pemerintah juga tengah mengkaji beberapa opsi relaksasi perdagangan bilateral yang memungkinkan kerja sama lebih erat dengan AS di sektor-sektor tertentu. Relaksasi tersebut mencakup kemungkinan penambahan volume impor komoditas tertentu dari AS sebagai bagian dari paket kesepakatan yang saling menguntungkan.

Langkah ini dinilai sebagai bentuk diplomasi dagang aktif dan terbuka, sejalan dengan semangat perdagangan bebas namun adil.

“Kita tidak mau masuk dalam perang dagang. Indonesia tetap menjunjung prinsip kerja sama ekonomi yang terbuka dan saling menguntungkan,” ujar Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza.

Faisol menambahkan bahwa meski tarif 32 persen telah diberlakukan mulai 9 April 2025, pemerintah tetap optimistis jalur negosiasi akan menghasilkan hasil positif bagi Indonesia.

“Paling lambat 17 April (kami) berangkat ke AS untuk negosiasi. Memang akan diberlakukan dulu (tarif baru) baru akan dibahas negosiasinya. Semua tidak akan diterima sebelum tanggal 9 (April saat negosiasi diterapkan),” imbuh Faisol.

Potensi Dampak Terhadap Ekspor Indonesia

Penerapan tarif 32 persen oleh AS dapat berdampak signifikan terhadap ekspor Indonesia, terutama pada produk-produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, produk karet, serta makanan olahan. Sejumlah asosiasi industri menyatakan kekhawatiran mereka akan menurunnya daya saing produk Indonesia di pasar AS yang selama ini menjadi salah satu mitra dagang utama.

Namun demikian, upaya diplomasi aktif yang dilakukan pemerintah mendapat dukungan luas dari kalangan industri.

“Kami berharap pemerintah berhasil membuka ruang dialog yang sehat dan mendapatkan perlakuan khusus dari AS agar industri tidak terbebani tarif tinggi yang mendadak,” ujar salah satu pelaku industri tekstil yang enggan disebutkan namanya.Langkah cepat pemerintah untuk mengatasi persoalan tarif impor ini menunjukkan pentingnya diplomasi ekonomi sebagai ujung tombak perlindungan dan penguatan daya saing nasional. Dengan memanfaatkan momentum pertemuan internasional serta hubungan bilateral yang telah terjalin, Indonesia berharap mendapatkan hasil terbaik dari negosiasi yang akan dilakukan di Washington.

Keberhasilan negosiasi ini tidak hanya akan menentukan nasib ekspor Indonesia ke AS, tetapi juga menjadi cermin dari kapasitas Indonesia dalam mengelola konflik dagang di era globalisasi yang kian kompleks.

Terkini