Per 8 April 2025, Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 Masih Berlaku: Pemerintah Siapkan Transformasi Sistem KRIS Mulai Juli

Selasa, 08 April 2025 | 09:43:49 WIB
Per 8 April 2025, Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 Masih Berlaku: Pemerintah Siapkan Transformasi Sistem KRIS Mulai Juli

JAKARTA - Pemerintah Indonesia secara resmi masih memberlakukan skema iuran BPJS Kesehatan berdasarkan sistem kelas 1, 2, dan 3 hingga 30 Juni 2025, meskipun telah disahkan kebijakan baru yang menetapkan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai 1 Juli 2025. Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan.

Kendati begitu, hingga saat ini belum ada ketetapan resmi terkait besaran iuran terbaru dalam sistem KRIS. Pasal 103B Ayat (8) Perpres 59/2024 menyebutkan bahwa penetapan tarif iuran, manfaat, dan tarif pelayanan dalam sistem KRIS akan ditetapkan paling lambat pada 1 Juli 2025.

“Pemerintah masih melakukan finalisasi atas besaran iuran dan cakupan manfaat dalam skema KRIS. Penetapannya akan dilakukan menjelang implementasi penuh pada pertengahan tahun ini,” ujar seorang pejabat di Kementerian Kesehatan.

Masa Transisi Berlaku, Aturan Lama Masih Digunakan

Selama masa transisi menuju KRIS, kebijakan iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada ketentuan lama yang diatur dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2022. Dalam ketentuan tersebut, sistem pembayaran iuran dibagi berdasarkan kategori peserta dan golongan pekerjaan.

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Iuran peserta kategori PBI ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan daerah. Golongan ini mencakup masyarakat miskin dan rentan miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

2. Pekerja Penerima Upah (PPU) Pemerintah
Kategori ini mencakup Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI dan Polri, pejabat negara, serta pegawai pemerintah non-PNS. Besaran iuran ditetapkan sebesar 5% dari gaji bulanan, dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta itu sendiri.

3. Pekerja Penerima Upah di BUMN, BUMD, dan Swasta
Ketentuan iuran sama dengan PPU Pemerintah, yaitu 5% dari gaji per bulan, dibagi dalam komposisi 4% oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.

4. Keluarga Tambahan PPU
Anggota keluarga seperti anak keempat dan seterusnya, serta ayah, ibu, dan mertua peserta PPU, dikenakan iuran sebesar 1% dari gaji per individu per bulan, yang dibayarkan oleh pekerja penerima upah.

5. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja
Peserta mandiri serta pekerja informal memiliki skema iuran yang ditentukan berdasarkan kelas layanan:

Kelas III: Rp 42.000 per orang per bulan. Namun, untuk membantu masyarakat, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000 sehingga peserta hanya membayar Rp 35.000.

Kelas II: Rp 100.000 per orang per bulan.

Kelas I: Rp 150.000 per orang per bulan.

6. Veteran dan Perintis Kemerdekaan
Untuk kelompok ini, termasuk janda, duda, atau anak yatim-piatu dari Veteran dan Perintis Kemerdekaan, iuran ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun, dan seluruhnya dibayar oleh pemerintah.

Ketentuan Pembayaran dan Denda

Mekanisme pembayaran iuran BPJS Kesehatan berdasarkan Perpres 63/2022 harus dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Jika peserta menunggak, maka status kepesertaan akan dinonaktifkan sementara. Namun, sejak 1 Juli 2016, keterlambatan pembayaran tidak dikenakan denda langsung.

Denda baru akan dikenakan apabila peserta mengakses layanan rawat inap dalam waktu 45 hari setelah status kepesertaannya kembali aktif. Berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, besar denda pelayanan ditetapkan sebagai berikut:

-Sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap.

-Dikalikan jumlah bulan tertunggak (maksimal 12 bulan).

-Besaran denda maksimal Rp 30.000.000 per peserta.

-Untuk peserta PPU, denda ini menjadi tanggung jawab pemberi kerja.

KRIS: Upaya Standardisasi Layanan Jaminan Kesehatan

Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) merupakan bentuk penyederhanaan layanan kesehatan yang bertujuan menciptakan kesetaraan dalam layanan BPJS Kesehatan. Kebijakan ini didasari atas putusan Mahkamah Agung Nomor 7P/HUM/2022, yang menyatakan perlunya penyamarataan layanan kesehatan, terlepas dari kelas kepesertaan.

“KRIS bukan hanya penyatuan kelas, tetapi juga upaya pemerintah untuk memastikan semua peserta JKN memperoleh layanan yang layak dan setara,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, dalam keterangan resminya sebelumnya.

KRIS mengharuskan setiap fasilitas kesehatan, baik rumah sakit negeri maupun swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, menyediakan ruang rawat inap sesuai standar minimum. Standar tersebut mencakup jumlah maksimal tempat tidur per ruangan, ventilasi, pencahayaan, dan aspek sanitasi lainnya.

Penantian Penetapan Besaran Iuran KRIS

Hingga saat ini, belum ada ketentuan resmi yang mengatur besaran iuran dalam sistem KRIS. Kementerian Kesehatan bersama BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan masih melakukan kajian menyeluruh untuk menentukan nilai yang proporsional dan berkelanjutan.

Beberapa pihak menduga bahwa tarif iuran akan disesuaikan berdasarkan kemampuan bayar masyarakat dan kalkulasi aktuaria, mengingat sistem KRIS akan menyatukan kelas layanan. Namun, penetapan ini menunggu keputusan presiden paling lambat pada 1 Juli 2025.

“Kami tidak ingin masyarakat terbebani, namun sistem juga harus berkelanjutan. Oleh karena itu, penyesuaian iuran harus mempertimbangkan banyak aspek, termasuk kondisi fiskal negara,” kata seorang narasumber di lingkungan Kementerian Keuangan.

Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat

Mengingat perubahan sistem ini akan berdampak besar terhadap lebih dari 260 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah tengah menggencarkan sosialisasi terkait sistem KRIS dan implikasi kebijakan iuran yang akan datang.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf, menyatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan dinas kesehatan daerah, rumah sakit, dan media untuk menyampaikan informasi secara bertahap. “Kami terus melakukan edukasi agar masyarakat memahami perubahan ini bukan penghapusan hak, tetapi justru peningkatan standar pelayanan,” ujarnya.

Dengan diberlakukannya sistem KRIS pada Juli 2025, pemerintah menunjukkan komitmen untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan secara menyeluruh. Namun, selama masa transisi, masyarakat masih mengacu pada aturan iuran lama berdasarkan kelas 1, 2, dan 3. Kepastian besaran iuran dalam sistem KRIS akan menjadi sorotan utama menjelang pertengahan tahun ini, menunggu keputusan akhir Presiden Joko Widodo.

Untuk itu, peserta JKN diimbau untuk tetap disiplin membayar iuran, menjaga status aktif kepesertaan, serta mengikuti perkembangan kebijakan melalui kanal resmi BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan.

Terkini