Jakarta - Kemacetan yang semakin parah di kawasan Bali Selatan menjadi perhatian utama pengamat kebijakan publik, Putu Suasta. Menurutnya, salah satu solusi mendasar untuk mengatasi masalah ini adalah dengan penyediaan transportasi publik yang memadai. Hal ini disampaikan Suasta dalam wawancaranya di Denpasar pada Kamis 6 Maret.
Putu Suasta menegaskan, “Transportasi publik merupakan kebutuhan dasar bagi warga berpenghasilan rendah, disabilitas, lansia, mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, dan wisatawan.” Pernyataan ini menggambarkan betapa krusialnya keberadaan transportasi publik yang dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat.
Masalah kemacetan di Bali Selatan terutama dirasakan pada hari-hari besar dan libur nasional, ketika jalan-jalan utama dibanjiri kendaraan. Lebih lanjut, Suasta berpendapat bahwa transportasi publik bukan hanya alat untuk mengurai kemacetan, tetapi juga bentuk subsidi silang karena pajak kendaraan bermotor yang dibayar masyarakat seharusnya kembali dalam bentuk layanan publik yang memadai. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali yang didominasi oleh pajak kendaraan bermotor memberi alasan kuat bagi pemerintah daerah untuk berinvestasi lebih besar dalam sistem transportasi publik.
“Pemerintah harus hadir dan melakukan yang terbaik untuk rakyat. Jangan pemerintah menghindar dari masalah,” tegasnya. Suasta menekankan bahwa sudah saatnya pemerintah bertindak tegas dalam mengambil langkah untuk menghadirkan transportasi publik yang efektif dan efisien.
Sejalan dengan pendapat Putu Suasta, Made Ariandi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali, menyebutkan bahwa kemacetan hanyalah salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia. “Kami dihadapkan pada masalah kemacetan parah, banjir, pencemaran lingkungan, dan inefisiensi transportasi yang semakin menghimpit wilayah selatan Bali,” jelas Ariandi.
Dengan bertambahnya jumlah wisatawan setiap tahun, tekanan terhadap infrastruktur Bali semakin tinggi. Oleh karena itu, Ariandi mendesak perlunya langkah konkret dalam mengatasi berbagai isu ini, agar Bali tetap bisa menjadi pilihan utama sebagai destinasi wisata dan tetap menjamin kenyamanan penduduk lokal.
Putu Suasta menambahkan, selain menyediakan transportasi publik, perhatian harus diberikan pada pemerataan pembangunan di Bali. Menurutnya, pembangunan yang selama ini terkonsentrasi di Bali Selatan telah menciptakan kesenjangan dengan wilayah lainnya di Pulau Dewata. “Saatnya pembangunan tidak lagi bertumpu di selatan Bali saja. Perlu lebih diarahkan ke wilayah lain yang selama ini terasa terabaikan,” imbuhnya.
Melanjutkan Program TMD (Transportasi Massal Daerah) menjadi salah satu solusi yang diusulkan oleh Suasta. Program ini diharapkan dapat mengurai kemacetan dengan menyediakan opsi transportasi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Implementasi program TMD yang sukses dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang menghadapi masalah serupa.
Pengembangan wilayah yang lebih merata diyakini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal serta mengurangi tekanan pembangunan yang selama ini berpusat di satu area. Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya fokus pada peningkatan pariwisata semata tetapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan dan inklusivitas dalam pembangunan infrastruktur.
Secara keseluruhan, langkah-langkah strategis perlu diambil guna menjadikan Bali destinasi yang nyaman tidak hanya bagi wisatawan, tapi juga bagi warganya sendiri. Keberadaan transportasi publik yang memadai dan terencana dengan baik adalah salah satu faktor penting yang harus diwujudkan dalam waktu dekat. Dengan pendekatan yang komprehensif, Bali dapat mengatasi berbagai tantangan dan tetap menjadi contoh bagi perkembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.