Liga Inggris Panas, Gelandang Serang Jadi Sorotan

Sabtu, 06 September 2025 | 10:46:07 WIB
Liga Inggris Panas, Gelandang Serang Jadi Sorotan

JAKARTA - Persaingan menuju gelar juara Premier League musim ini tidak hanya ditentukan oleh ketajaman penyerang atau rapatnya lini belakang. Ada satu sektor yang semakin menjadi sorotan: gelandang serang. Di posisi inilah kreativitas, visi bermain, dan kemampuan menciptakan peluang bisa menjadi pembeda yang menentukan.

Enam klub besar Liga Inggris atau yang akrab disebut Big Six kini sama-sama mengandalkan pemain nomor 10 dengan kualitas istimewa. Mulai dari nama muda penuh sensasi, hingga sosok berpengalaman yang dibeli dengan harga fantastis. Menariknya, tiap klub punya cerita unik tentang bagaimana gelandang serang mereka akan memengaruhi arah kompetisi musim ini.

Tottenham: Duet Baru yang Berani

Tottenham Hotspur memulai musim dengan langkah besar melalui rekrutmen Xavi Simons dari RB Leipzig senilai Rp1 triliun. Usianya baru 22 tahun, tetapi pengalamannya di Eropa dan bersama timnas Belanda membuatnya dipercaya mengisi peran sentral di bawah arahan Thomas Frank.

Kehadiran Simons bukan hanya menutup absennya James Maddison, tetapi juga memberi ruang bagi Pape Matar Sarr untuk kembali ke posisi favorit bersama João Palhinha. Spurs pun makin berwarna setelah mendatangkan Mohammed Kudus dari West Ham dengan banderol Rp1,07 triliun. Kudus yang bisa dimainkan sebagai gelandang serang maupun winger kanan menambah variasi serangan.

Total investasi Rp2,07 triliun ini dianggap langkah cerdas. Tottenham berhasil memperkuat lini tengah tanpa menghamburkan uang pada nama-nama yang kualitasnya belum tentu lebih baik.

Manchester United: Harapan di Tengah Ketidakpastian

Manchester United mencoba memperbaiki performa dengan mendatangkan Matheus Cunha dari Wolves seharga Rp1,22 triliun. Sang pemain asal Brasil diproyeksikan langsung masuk ke formasi 3-4-3 milik Ruben Amorim.

Namun, adaptasi Cunha tidak berjalan mulus. Jika di Wolves ia mampu mencetak 15 gol musim lalu, di Old Trafford jumlah tembakannya justru menurun drastis. United pun hanya meraih 24% win rate, bahkan tersingkir di Carabao Cup melawan Grimsby Town.

Masalah sebenarnya bukan pada kualitas Cunha, melainkan sistem permainan yang gagal menciptakan peluang. Jika terjadi pergantian pelatih, peluang Cunha untuk kembali menunjukkan ketajamannya terbuka lebar. Dengan dribel, tembakan keras, dan naluri mencetak gol, ia hanya butuh pola permainan yang sesuai.

Manchester City: Pewaris Tahta De Bruyne

Rayan Cherki menjadi jawaban Manchester City setelah performa sensasional bersama Lyon. Dengan 33 kontribusi gol dari 48 laga, Cherki kini diproyeksikan sebagai penerus Kevin De Bruyne.

Keunggulannya terletak pada kemampuan menggunakan kedua kaki, kecerdasan mencari ruang, dan kreativitas tinggi. Kekurangannya, fisik yang belum sepenuhnya matang untuk laga intens di Premier League. Namun, di bawah Pep Guardiola, perkembangan Cherki diyakini akan lebih cepat.

Pertanyaan terbesar bukan lagi soal kreativitas lini depan, melainkan bagaimana City menutup kelemahan pertahanan yang musim lalu membuat mereka kehilangan gelar.

Chelsea: Palmer Tetap Andalan, Estevão Jadi Harapan

Chelsea sejauh ini masih bergantung pada Cole Palmer sebagai motor serangan. Sejak datang dari Manchester City seharga Rp781 miliar, Palmer mengoleksi 74 kontribusi gol dari 101 pertandingan serta mempersembahkan trofi Piala Dunia Antarklub dan Conference League.

Namun, performanya sempat menurun saat dimainkan sebagai nomor 10. Palmer lebih berbahaya ketika ditempatkan di sayap kanan, seperti yang terbukti di final Piala Dunia Antarklub melawan PSG.

Karena itu, peran Estevão, bintang muda 18 tahun asal Brasil, bisa semakin besar. Ia mampu bermain di posisi tengah maupun kanan, memberi opsi tambahan bagi pelatih Enzo Maresca. Kunci sukses Chelsea musim ini adalah bagaimana Maresca mengembalikan Palmer ke performa terbaik sekaligus memberi ruang bagi Estevão untuk berkembang.

Liverpool: Rekor Transfer yang Butuh Waktu

Liverpool memecahkan rekor transfer Inggris dengan membeli Florian Wirtz dari Bayer Leverkusen senilai Rp2,27 triliun. Meski gemilang di Bundesliga, adaptasi ke Premier League ternyata tidak mudah.

Di Jerman, Wirtz bebas bergerak di lini tengah dalam sistem 3-4-3, sementara di Liverpool ia dituntut bermain lebih klasik sebagai nomor 10. Perubahan ini membuat performanya belum stabil. Namun, pelatih Arne Slot punya waktu untuk menemukan cara terbaik memaksimalkan potensinya.

Jika Wirtz bisa mencapai levelnya di Leverkusen, Liverpool akan memiliki peluang besar merebut kembali gelar liga ke Anfield.

Arsenal: Pulangnya Sang Anak Hilang

Arsenal mendatangkan kembali Eberechi Eze dari Crystal Palace dengan harga Rp1,32 triliun. Walau debutnya berakhir dengan kekalahan melawan Liverpool, Eze diyakini mampu menjadi faktor pembeda.

Tantangannya adalah posisi favoritnya di tengah sudah dikuasai Martin Ødegaard, kapten tak tergantikan. Akibatnya, Eze kemungkinan ditempatkan di sayap kiri. Namun, hal ini justru membuka kesempatan Arsenal memainkan “box midfield” bersama Ødegaard, Declan Rice, dan Martin Zubimendi.

Dengan strategi ini, Bukayo Saka akan mendapat lebih banyak ruang di sisi kanan. Jika Mikel Arteta berhasil memadukan Eze dengan kekuatan skuad yang semakin dalam, Arsenal berpotensi bukan hanya jadi kandidat juara liga, melainkan juga penantang serius di Liga Champions.

Siapa yang Paling Menentukan?

Melihat susunan gelandang serang Big Six musim ini, sulit menentukan siapa yang benar-benar “paling mematikan”. Tottenham berani dengan investasi besar, United masih bergantung pada sistem, City menemukan pewaris De Bruyne, Chelsea berharap pada kombinasi Palmer dan Estevão, Liverpool mengandalkan rekor transfer Wirtz, sementara Arsenal percaya pada kembalinya Eze.

Semua cerita ini menunjukkan bahwa gelandang serang bukan sekadar pelengkap, melainkan nyawa permainan yang bisa menentukan jalannya perebutan gelar Premier League. Musim ini, pemenang mungkin akan ditentukan oleh siapa yang punya maestro lini tengah paling konsisten.

Terkini