JAKARTA - Permintaan penambahan anggaran oleh Kementerian BUMN untuk tahun anggaran 2026 mengemuka sebagai upaya memperkuat pelaksanaan berbagai penugasan strategis yang dipercayakan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan milik negara. Menteri BUMN Erick Thohir secara terbuka menyatakan bahwa usulan kenaikan anggaran kementeriannya dari Rp 150 miliar menjadi Rp 604 miliar bukanlah pemborosan, melainkan kebutuhan nyata dalam rangka menjalankan tanggung jawab kelembagaan.
Di hadapan Komisi VI DPR RI, Erick menjelaskan bahwa pagu indikatif sebesar Rp 150 miliar hanya cukup untuk membiayai kebutuhan dasar seperti gaji pegawai dan operasional minimum. Bahkan, jumlah tersebut lebih rendah dibanding anggaran tahun sebelumnya yang telah mencapai Rp 215 miliar. Hal ini dinilainya tidak mencerminkan kompleksitas dan cakupan tanggung jawab yang kini diemban oleh Kementerian BUMN.
“Anggaran Rp 150 miliar itu hanya cukup untuk belanja pegawai dan operasional dasar. Jadi, untuk kebutuhan substansial yang berkaitan dengan penugasan pemerintah, jelas tidak mencukupi,” kata Erick.
Penambahan anggaran yang diusulkan, lanjut Erick, akan difokuskan pada penguatan peran Kementerian BUMN sebagai pengawas sekaligus pendamping dalam pelaksanaan program strategis nasional. Salah satu prioritasnya adalah mendampingi berbagai proses restrukturisasi yang sedang dijalankan oleh entitas baru seperti Danantara—badan investasi pemerintah yang memegang mandat besar dalam revitalisasi BUMN.
“Penugasan pemerintah seperti hapus buku dan hapus tagih, hingga keterlibatan dalam proses restrukturisasi oleh Danantara, itu semua butuh dukungan anggaran. Kami tidak bisa maksimal jika hanya mengandalkan pagu minimum,” tegasnya.
Kementerian BUMN saat ini memang tidak hanya berperan sebagai pembina korporasi, tapi juga sebagai pengawas terhadap implementasi kebijakan fiskal dan investasi strategis negara. Dalam konteks itu, koordinasi erat dengan Kementerian Keuangan menjadi keharusan, termasuk dalam hal pembayaran subsidi dan kompensasi kepada sejumlah BUMN.
Menurut Erick, sinergi antara dua kementerian ini telah membawa kemajuan signifikan. Ia mencontohkan bahwa pembayaran subsidi yang sebelumnya membutuhkan waktu dua tahun kini dapat dilakukan hanya dalam waktu enam bulan. Hal ini menunjukkan efektivitas kerja sama yang dibangun dan dampaknya terhadap kelangsungan operasional perusahaan negara.
Saat ini, Kementerian BUMN bahkan tengah mendorong skema pembayaran subsidi dalam bentuk valuta asing. Langkah ini dinilai penting, khususnya dalam menjaga stabilitas keuangan perusahaan-perusahaan pelat merah yang memiliki eksposur internasional tinggi.
“Kami sedang melobi agar pembayaran subsidi dan kompensasi ke depan bisa diberikan dalam bentuk valuta asing, seperti dolar. Ini akan sangat membantu kinerja keuangan BUMN yang berorientasi ekspor atau memiliki kewajiban dalam mata uang asing,” kata Erick.
Terkait hal ini, ia juga menegaskan bahwa usulan kenaikan anggaran tak semata-mata akan membebani APBN. Sebaliknya, Erick meyakini bahwa penguatan peran Kementerian BUMN akan berdampak pada peningkatan kinerja BUMN, yang kemudian akan berujung pada kenaikan setoran dividen ke negara.
“Jangan lihat angka anggaran yang diminta, tapi lihat dampaknya terhadap setoran BUMN ke kas negara. Dividen akan naik jika performa perusahaan naik. Dan kami akan dorong itu terus,” jelasnya.
Erick menyebut bahwa komitmen perbaikan menyeluruh, termasuk pada BUMN berbentuk Perum, terus dilakukan agar mereka juga bisa memberikan kontribusi dalam bentuk dividen mulai tahun depan. Menurutnya, hal ini menjadi bukti bahwa kementerian yang ia pimpin tidak sekadar menjadi lembaga pengawas administratif, tetapi juga berperan sebagai akselerator ekonomi nasional.
“Perum itu juga kami perbaiki kinerjanya. Tahun depan, kami yakini akan mulai menyumbang dividen juga. Jadi kita tidak istilahnya membebani keuangan negara, tapi kita yakini juga akan memberikan kontribusi tambahan kepada negara,” ucap Erick.
Dari sudut pandang ini, usulan anggaran Rp 604 miliar menjadi relevan dalam kerangka besar reformasi BUMN dan penguatan tata kelola perusahaan negara. Erick menekankan bahwa peningkatan anggaran bukanlah permintaan sepihak, melainkan hasil perhitungan berdasarkan kebutuhan riil yang akan menunjang efektivitas pelaksanaan kebijakan strategis pemerintah di sektor BUMN.
Langkah-langkah strategis yang tengah dijalankan Kementerian BUMN, termasuk penguatan lembaga Danantara dan perbaikan efisiensi perusahaan-perusahaan pelat merah, tidak dapat berjalan optimal tanpa dukungan fiskal yang memadai. Dalam logika Erick, setiap rupiah tambahan anggaran yang digelontorkan ke Kementerian BUMN harus menghasilkan rupiah yang kembali ke negara dalam bentuk dividen dan efisiensi kinerja.
Dengan pendekatan ini, Kementerian BUMN berharap dapat membuktikan bahwa belanja anggaran negara bukan sekadar soal pengeluaran, tapi tentang investasi yang akan menghasilkan manfaat jangka panjang bagi perekonomian nasional.