JAKARTA - Langkah Garuda Indonesia yang berencana menambah armada pesawat Boeing mendapatkan lampu hijau dari Kementerian Perhubungan. Rencana tersebut menjadi bagian dari strategi penguatan layanan maskapai nasional, dan di tengah berbagai pertimbangan teknis serta finansial, pemerintah memastikan bahwa aspek keselamatan dan kelayakan terbang tetap menjadi prioritas utama.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki dasar untuk menolak penambahan pesawat baru selama armada tersebut memenuhi persyaratan teknis dan sertifikasi yang telah ditentukan.
“Kita juga tidak ingin membatasi, misalnya harus ini, harus itu. Jadi sepanjang itu layak, layak terbang dan tersertifikasi, kita tidak punya alasan untuk menolak,” jelas Dudy saat ditemui awak media.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pemerintah membuka ruang bagi Garuda untuk memperbarui atau menambah armada, selama prosesnya melalui mekanisme pengawasan dan verifikasi yang ketat, sebagaimana standar keselamatan penerbangan nasional dan internasional.
Meski begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa rencana ini menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Salah satu kekhawatiran datang dari sisi keuangan Garuda Indonesia. Catatan kerugian bersih sebesar USD 69,78 juta atau setara Rp1,13 triliun pada tahun sebelumnya menjadi salah satu dasar pertanyaan publik terhadap kelayakan ekspansi armada yang dinilai cukup ambisius.
Namun demikian, Dudy menegaskan bahwa Garuda sebagai operator nasional tentu memiliki kapasitas dan keahlian teknis dalam menilai jenis pesawat yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi bisnis mereka.
“Saya rasa Garuda punya ekspertis atau punya kompetensi untuk menilai pesawat mana yang menurut Garuda dan yang layak untuk dioperasikan oleh Garuda,” imbuhnya.
Rencana pengadaan pesawat Boeing oleh Garuda Indonesia menyasar pesanan sebanyak 50 hingga 75 unit dari pabrikan asal Amerika Serikat tersebut. Tipe pesawat yang tengah dijajaki adalah Boeing 737 Max dan 787, yang dikenal sebagai pesawat generasi baru dengan efisiensi bahan bakar yang tinggi dan jangkauan jarak menengah hingga jauh.
Berbeda dengan pengadaan sebelumnya yang melibatkan pihak lessor, dalam rencana ini Garuda mempertimbangkan pembelian langsung dari produsen, tanpa melalui perusahaan penyewa. Ini menandai pergeseran pendekatan bisnis yang lebih terarah dan berorientasi pada efisiensi jangka panjang.
“Kami masih penjajakan untuk kemungkinan pembelian pesawat Boeing, bukan dari lessor. Beli langsung dari pabrik. Ini masih dalam pembicaraan,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan.
Ia menjelaskan bahwa skema pembelian langsung tersebut akan membuka peluang bagi Garuda untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif serta kepastian pemeliharaan dan layanan purna jual yang lebih terjamin.
Di sisi lain, penguatan struktur keuangan Garuda juga tengah dilakukan. Maskapai pelat merah ini baru-baru ini menerima pinjaman dari pemegang saham, yaitu Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebesar Rp6,65 triliun. Pinjaman tersebut disebut sebagai stakeholder loan yang ditujukan untuk mendukung proses transformasi bisnis perusahaan.
Rencana pembelian pesawat baru juga dinilai penting untuk memperkuat posisi Garuda di tengah pasar penerbangan yang mulai pulih pascapandemi. Persaingan dengan maskapai regional dan internasional membutuhkan modernisasi armada agar Garuda dapat bersaing secara kualitas layanan dan efisiensi operasional.
Meski belum ada rincian lebih lanjut mengenai nilai kontrak atau tahapan realisasi pembelian, Garuda menyatakan bahwa pengumuman resmi akan dilakukan setelah kesepakatan final dicapai bersama Boeing.
Bagi pemerintah, sebagaimana disampaikan Menteri Dudy, prinsip utama dalam mendukung rencana ini tetap berada pada aspek keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi. Penambahan armada harus memenuhi ketentuan sertifikasi penerbangan sipil yang berlaku, dan diuji secara teknis oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Rencana ini, selain menjadi momentum strategis bagi Garuda, juga mencerminkan kepercayaan manajemen dalam mempercepat transformasi bisnisnya. Sejumlah pihak berharap bahwa langkah ini tidak hanya memperkuat layanan penerbangan, tetapi juga mampu berkontribusi terhadap kinerja keuangan yang lebih sehat dan berkelanjutan di masa mendatang.
Garuda Indonesia sebelumnya telah melakukan berbagai upaya efisiensi, termasuk restrukturisasi utang dan pemangkasan biaya operasional, untuk keluar dari tekanan finansial yang berat akibat pandemi dan tantangan internal lainnya.
Jika rencana pembelian pesawat Boeing ini berjalan mulus dan didukung dengan pengelolaan yang hati-hati, bukan tidak mungkin Garuda akan kembali menjadi salah satu pemain penting dalam industri penerbangan regional.
Transformasi ini juga mendapat pengawasan dari Komisi VI DPR RI yang menyatakan siap mengawal proses pendanaan dan pembelian pesawat, dengan memastikan seluruh prosedur dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Langkah Garuda dalam memperluas armada dan memperkuat layanan penerbangan diharapkan mampu membangkitkan kembali kepercayaan publik serta memperkuat peran Indonesia sebagai hub penerbangan penting di kawasan Asia Tenggara.