JAKARTA - Indonesia tengah membuka peluang besar untuk memperkuat posisinya sebagai salah satu negara dengan pemanfaatan energi panas bumi terbesar di dunia. Potensi tersebut muncul seiring dengan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 5,2 Giga Watt (GW) yang tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru.
CEO Pertamina New & Renewable Energy (PNRE), John Anis, menegaskan bahwa Indonesia kini berada di peringkat kedua dunia setelah Amerika Serikat dalam hal pemanfaatan panas bumi. Namun, bila tambahan kapasitas sesuai RUPTL berhasil dijalankan, Indonesia diproyeksikan dapat melampaui AS.
“Kalau misalkan ini yang di RUPTL sekitar 5,2 bisa dijalankan Giga Watt, itu Indonesia punya potensi menjadi leader di dalam pemanfaatan geothermal di dunia,” kata John dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia.
Langkah PNRE dan Dukungan PLN
PNRE, sebagai salah satu lini usaha Pertamina, telah mengambil langkah nyata untuk memperluas pemanfaatan panas bumi. John menyampaikan bahwa perusahaan sudah menandatangani sejumlah Memorandum of Understanding (MoU) dan Head of Agreement (HOA) bersama PLN. Kerja sama ini ditujukan untuk mempercepat pengembangan sektor geothermal di Tanah Air.
“Jadi dari geothermal kami siap. Dari gas to power juga kami siap, kami punya Jawa satu power, itu hampir 1,8 Giga Watt. Itu combined cycle dengan integrated system menggunakan FSRU dari LNG, itu terbesar di Asia Tenggara. Dan itu berjalan dengan sangat baik, saat ini kami cukup bangga memiliki instalasi tersebut dan siap mendeploy dengan konsep yang sama,” jelas John.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selain panas bumi, PNRE juga menyiapkan diversifikasi energi melalui gas to power. Hal ini penting untuk menjamin keberlanjutan pasokan listrik nasional sekaligus menjaga stabilitas energi.
RUPTL 2025-2034: Energi Baru Terbarukan Jadi Prioritas
Dukungan terhadap pengembangan panas bumi tidak lepas dari arah kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam RUPTL PT PLN (Persero) untuk periode 2025-2034. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa dalam rencana tersebut, mayoritas penambahan kapasitas pembangkit listrik berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Menurut Bahlil, kebutuhan pembangkit listrik nasional selama periode tersebut diperkirakan mencapai 69,5 GW. Dari total tersebut, sekitar 76% akan bersumber dari EBT. Rinciannya, 42,6 GW berasal dari pembangkit berbasis EBT, sementara 10,3 GW disediakan melalui sistem penyimpanan energi atau storage.
“Kami sampaikan untuk mewujudkan RUPTL ke depan kita membutuhkan 69,5 GW listrik yang mulai tahun 2025 sampai 2034 ini. Yang bagus sekali ke bapak ibu semua dan hasilnya adalah 76% itu merujuk pada energi baru terbarukan. Di mana 76% itu adalah proyek listrik kita 42,36 GW adalah EBT, dan 10,3 GW itu adalah storage,” ungkap Bahlil.
Rincian Rencana Penambahan Kapasitas
Berdasarkan bahan paparan Kementerian ESDM, dari rencana total penambahan kapasitas sebesar 69,5 GW, rincian sumber energi adalah sebagai berikut:
Energi Baru Terbarukan (EBT): 42,6 GW
Surya: 17,1 GW
Air: 11,7 GW
Angin: 7,2 GW
Panas bumi: 5,2 GW
Bioenergi: 0,9 GW
Nuklir: 0,5 GW
Sistem Penyimpanan Energi (Storage): 10,3 GW
PLTA pumped storage: 4,3 GW
Baterai: 6,0 GW
Pembangkit Fosil: 16,6 GW
Gas: 10,3 GW
Batubara: 6,3 GW
Data tersebut memperlihatkan bahwa energi surya, air, dan angin menjadi kontributor terbesar dalam peta transisi energi nasional, disusul panas bumi yang berperan penting dalam diversifikasi sumber listrik bersih.
Peran Panas Bumi dalam Transisi Energi
Indonesia memiliki keunggulan geografis sebagai negara yang berada di jalur cincin api (Ring of Fire), sehingga potensi panas bumi sangat melimpah. Dengan kapasitas tambahan 5,2 GW, pemanfaatan panas bumi tidak hanya meningkatkan bauran energi bersih nasional, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam kancah energi global.
Selain itu, energi panas bumi memberikan keandalan yang lebih tinggi dibandingkan energi terbarukan lain seperti surya atau angin. Hal ini karena pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat beroperasi secara stabil tanpa terlalu bergantung pada kondisi cuaca.
PNRE dan PLN, dengan dukungan pemerintah, diharapkan mampu mengoptimalkan potensi ini sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pemain besar di tingkat domestik, melainkan juga diakui sebagai pemimpin dunia dalam sektor geothermal.
Sinergi Menuju Target Energi Bersih
Langkah pemerintah melalui RUPTL 2025-2034 menegaskan komitmen Indonesia dalam mendukung agenda transisi energi. Porsi EBT yang mencapai lebih dari 70% merupakan sinyal kuat bahwa arah pembangunan energi nasional bergerak ke jalur yang lebih berkelanjutan.
PNRE, sebagai bagian dari Pertamina, membawa semangat untuk memperluas investasi dan inovasi, baik di sektor geothermal maupun di bidang gas to power. Keberhasilan proyek-proyek besar yang telah berjalan, seperti Jawa satu power dengan kapasitas 1,8 GW, menjadi bukti kesiapan Indonesia dalam mengadopsi teknologi energi modern.
Jika seluruh rencana penambahan kapasitas pembangkit sesuai target dapat direalisasikan, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan bauran energi terbarukan terbesar di dunia. Lebih dari itu, keberhasilan ini juga akan memperkuat ketahanan energi nasional, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, serta menurunkan emisi karbon sesuai komitmen iklim global.